Sunday, February 14, 2010

Salah Satu Ketakutan Saya

Ada beberapa hal yang mungkin muncul saat Anda berargumen dengan orang lain. Bisa jadi jawaban yang paling masuk akal adalah 1.) Takut kalah 2.) Malu karena kalah.

Kalau saya, salah satu hal menakutkan yang sering muncul tahun-tahun terakhir ini adalah, diancam dan diciderai secara mental maupun fisik. Berargumen dengan teman perempuan atau rekan kerja bukanlah batu besar buat saya. Emosi masih bisa dijaga dan dipergunakan dengan baik seiring dengan logika.

Akan tetapi bila saya berargumen dengan pasangan, atau orang yang berlawanan jenis kelamin dan kebetulan mendapat porsi hati yang cukup besar di diri saya, aduh rasa takut itu bukan main.

Bisa jadi saya trauma, pernah mendapat perlakuan yang kasar. Hal itu sih tidak terjadi lebih dari satu kali, kalau kita berbicara tentang pukulan dan tamparan. Tapi hal-hal di luar itu, seperti pemaksaan terhadap hal-hal yang saya tidak suka, macam razia hp/blackberry, cengkraman di lengan, dipaksa untuk pulang/masuk mobil/atau apapun itu, membuat saya terkadang…bisa galak duluan sebelum sampai di tengah perdebatan.

Karena sejujurnya, saya takut.

Saya takut dan benci sekali terkadang menjadi wanita. Karena fisik yang sudah pasti tidak lebih kuat dari mereka, dan ketidakmampuan untuk berkata TIDAK. Ya, saya orangnya keras kepala. Ya, saya suka bandel jaman dulu, ya saya suka egois dan lain sebagainya, seperti manusia pada umumnya. Akan tetapi apakah semua itu perlu?

Haruskah semua aturan dan sikap keras bak Hitler kawin silang dengan Mussolini harus diterapkan dalam suatu hubungan yang seharusnya penuh kasih yang sabar dan rendah hati?

Mungkin saya tidak diperlakukan kasar dan dianiaya dalam hubungan saya ini, akan tetapi simpati terbesar saya adalah pada mereka di luar sana yang masih merasakan pukulan demikian dahsyat dalam hubungan mereka, dan tak berani berbuat apa-apa untuk keluar dari neraka tersebut.

Dan tentunya untuk semua orang, pria maupun wanita yang masih merasa “takut” dalam suatu hubungan karena tidak dapat bersikap seperti apa yang pasangan inginkan, plek-plek-an.

Saya menyadari, dasarnya adalah c.i.n.t.a

Tanpanya, kesabaran menyurut habis…
Tanpanya, semua terasa berat dan berbeban…
Tanpanya, lebih baik kejujuran yang menyakitkan dihadapi,
untuk menggapai suatu keindahan ke depan..
with or without you…

No comments: